AHOK Tak Mau Jadi Terpidana, Apapun Vonis Hakim Sudah Pasti Naik Banding

terpidanaMYAHOK.COM – Sidang perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Non aktif  Basuki Tjahaja Purnama alias AHOK, secara marathon sedang dilangsungkan. Proses hukum yang menyangkut CaGub Petahana pada Pilkada 2017 itu dinilai oleh sebagian kalangan sangat kental dengan nuansa politik, terkait dengan pelaksanaan Pilkada yang tak lama lagi akan digelar.

Kasus dugaan penistaan agama ini menuai kontoversi pendapat dari masyarakat, dimana sebagian umat muslim khususnya yang bermukim di DKI Jakarta menilai bahwa AHOK telah menistakan Agama Islam melalui pernyataannya ketika berada di depan masyarakat Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu. Namun sebagian masyarakat lainnya, menyatakan bahwa AHOK sama sekali tidak melakukan pelecehan atau penistaan agama, sebab AHOK sebatas menyampaikan kritiik kepada oknum yang menyalahgunakan ayat Al Maidah  51 untuk kepentingan pilitik.

Derasnya penolakan dari sebagian masyarakat yang tergabung dalam organisasi keagamaan atas keberadaan AHOK sebagai CaGub Petahana pada Pilkada mendatang, karena  didasari atas adanya keyakinan bahwa AHOK adalah penista agama yang harus di beri sanksi hukum berupa kurungan penjara.

Berbagai aksi massa telah digelar besar-besaran yang pada intinya menuntut agar AHOK segera diproses secara hukum, atas tuduhan menistakan agama, direspon dengan baik oleh aparat penegak hukum dalam hal ini POLRI, dengan dilaksanakannya proses hukum hingga sampai pelaksanaan sidang dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Alhasil, tidak sampai sebulan sejak laporan diterima, kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh AHOK telah dilimpahkan ke kejaksaan untuk diajukan ke pengadilan.

Hingga saat ini, proses pengadilan atas kasus AHOK tengah berlangsung dimana sampai pada tahapan menghadirkan para saksi terkait untuk diminta keterangan di muka majelis hakim.

TARIK MENARIK ANTARA 2 KEPENTINGAN

Yang unik di dalam kasus ini adalah adanya 2 kepentingan dari masyarakat yang saling tarik menarik, yaitu pada satu sisi, sebagian kalangan menuntut agar AHOK divonis melakukan tindak pidana penistaan agama, dan  sebagian lainnya bersikeras, bahwa AHOK sama sekali tidak melakukan pelanggaran hukum apapun.

Kasus dugaan penistaan agama seperti ini belum pernah terjadi selama republik ini berdiri. Sebab AHOK yang sedang menyandang predikat sebagai tedakwa, adalah figur yang masih diharapkan oleh sebagian warga DKI untuk melanjutkan jabatannya sebagai Gubernur DKI untuk periode yang kedua. Namun disisi lain, ada pula sebagian umat Islam yang tidak dapat menerima pernyataan AHOK yang dinilai telah menistakan Agama .

Untuk menyelesaikan polemik yang cukup serius ini, tentu diperlukan sebuah keputusan hukum yang benar-benar adil dan bijaksana sehingga dapat diterima oleh semua pihak dengan baik. Yang paling merasakan beban terhadap masalah ini, tentu saja para hakim yang sedang menangani sidang perkara AHOK ini. Sebab selain ditunggu-tunggu, vonis hakim sangat diharapkan dapat memenuhi harapan kedua belah pihak.

SEPERTI MEMAKAN BUAH SIMALAKAMA

Hal ini, seperti memakan buah simalakama. Jika AHOK diputus bebas oleh Mejelis Hakim, tentu kelompok masyarakat yang menuntut agar AHOK diberikan sanksi hukuman penjara, tidak akan bisa menerimanya. Sedangkan jika AHOK divonis bersalah dan masuk penjara, maka sebagian masyarakat pendukung AHOK juga tak bisa menerimanya begitu saja bukan?. Sehingga akibatnya tak menutup kemungkinan akan timbul gejolak yang berpotensi mengganggu ketertiban dan ketenteraman warga.

BILA SUDAH BEGINI, APA YANG MUSTI DILAKUKAN?

Sebagai pejabat penegak hukum yang telah diberi mandat oleh negara untuk berlaku adil dan bijaksana dalam memutus suatu perkara, majelis hakim dituntut agar dapat memeberikan keputusan atau vonis yang tepat. Tidak ada cara lainnya kecuali dengan memberi vonis kepada AHOK, maksimal berupa hukuman percobaan. Mengapa demikian? Sebab dengan hukuman percobaan, AHOK tak perlu menjalani hukuman kurungan.

Misalnya saja vonis hakim adalah hukuman penjara 2 tahun dengan masa percobaan selama 8 bulan. Hal ini berarti bahwa, AHOK tidak menjalankan hujkuman kurungan, jika selama 8 bulan (masa percobaan), AHOK tidak mengulangi perbuatannya atau melakukan pelanggaran hukum lainnya. Hukum kurungan (penjara) selama 2 tahun hanya akan dilaksanakan jika AHOK melakukan pelanggaran hukum di dalam masa percobaan.

Jadi dengan demikian, jika selama 8 bulan, AHOK tidak melakukan penggaran hukum apapun maka, kasus hukum AHOK dengan sendirinya telah selesai, dimana AHOK tidak menjalani hukuman kurungan (penjara).

APAPUN KEPUTUSAN HAKIM, SUDAH PASTI NAIK BANDING

Persoalannya adalah apabila AHOK menerima vonis berupa hukuman percobaan sekalipun, maka statusnya tetap saja sebagai terpidana.  Hal ini akan menggugurkan haknya untuk dipilih menjadi kepala daerah atau dengan kata lain, pencalonan AHOK sebagai Cagub DKI pada Pilkada 2017 menjadi batal demi hukum karena statusnya sebagai terpidana.

Sebagaimana sesuai dengan syarat menjadi Calon Kepala Daerah pada UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA pada pasal 7 ayat 2 butir g  yaitu :

“g. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;”

Tetapi sudah barang tentu, AHOK tak akan menerima keputusan hakim, meskipun vonis yang dijatuhkan hanyalah hukuman percobaan. Selanjutnya AHOK akan menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.

Sebaliknya, jika vonis hakim menyatakan bahwa AHOK tidak bersalah dan dibebaskan dari segala hukuman, tentu saja dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan mengajukan upaya hukum banding.

Namun demikian, jika diakukan upaya hukum banding ke pengadilan tingkat kedua (pengadilan Tinggi) maka apapun keputusan atau vonis dari hakim, masih belum memperoleh kekuatan hukum tetap, sebab harus  menunggu keputusan dari pengadilan yang lebih tinggi.

Bahkan, apapun keputusan dari pengadilan tingkat banding nantinya, sudah pasti akan dilanjutkan lagi ke tingkat Kasasi yaitu oleh Mahkamah Agung (MA). Mengapa?

Sebab bila keputusan hakim pengadilan tinggi membebaskan AHOK. tentu dari pihak jaksa, akan melakukan upaya hukum Kasasi. Sebaliknya jika keputusan hakim menguatkan keputusan pengadilan tingkat pertama, pihak AHOKlah yang akan mengajukan banding.

Jadi kesimpulannya adalah bahwa keputusan hukum AHOK untuk mendapatkan kekuatan hukum yang tetap, masih memerlukan waktu dan proses yang panjang dan lama. Bahkan mungkin saja sampai tingkat upaya hukum terakhir yaitu Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Dengan adanya proses hukum terus berlanjut yang dupayakan oleh kedua belah pihak , maka sebelum sampai kepada keputusan dari Mahkamah Agung. maka keputusan hukum AHOK belum bersifat tetap.

Dengan demikian AHOK tetap berhak meneruskan pencalonannya sebagai CaGub DKI pada Pilkada 2017 mendatang, berhak dipilih sebagai kepala daerah dan bahkan jika berhasil memenangkan suara, AHOK juga tetap dapat dilantik sebagai Gubernur DKI untuk periode ke-2.

.oOo.

Penulis : Doni Bastian

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.