Mengapa AHOK Tidak Takut Dibunuh? Ini Jawabannya

 

dibunuh

MYAHOK.COM – Sebagai pejabat yang penuh kontroversi, dan banyak mendapat serangan dari berbagai pihak, AHOK tentu saja tak lepas dari adanya ancaman pembunuhan. Namun apa jawabannya ketika ditanya seputar upaya pembunuhan yang mengancam keselamatannya? Berikut ini adalah hasil wawancara Dian Paramita :

“Tadi saya lihat banyak banget ya Pak yang pengen foto sama Bapak. Apa nggak capek?”

“Kalo kamu melayani orang dengan senang hati, mesti nggak capek. Pekerjaan pemerintah ini nggak bisa pura-pura. Kalau kamu pura-pura, kamu burn out, nggak tahan. Saya sudah terbiasa seperti ini belasan tahun.”

“Lalu kenapa Bapak senang melayani orang?”

“Karena saya memutuskan masuk politik kan untuk melayani orang. Karena pekerjaan ini untuk melayani banyak orang.”

“Itu tujuannya, tapi kenapa Bapak ingin melayani orang? Kenapa senang melakukannya?”

“Dari kecil, dibentuk dari Bapak, kalau mau menolong orang, ya harus melayani orang. Tadinya saya tidak membuka seperti itu.”

“Membuka apa?”

“Membuka setiap pagi begitu (masyarakat diperbolehkan ke teras Balaikota untuk mengeluhkan masalahnya atau sekedar berfoto). Masalahnya kita mau masuk kerja, ada orang sudah nungguin di depan, masak saya kabur lewat belakang menghindari orang? Kasihan dong orang sudah nunggu? Orang berdiriiiiiii nungguin gitu. Kasihan kan? Makanya saya belikan 4 set kursi itu hehehe. Untuk mereka menunggu. Kita dengerin atau lewat sms. Orang mau ketemu, mau foto, ya sudah.”

“Tapi dulu kan (Balaikota) ditutup?”

“Iya dulu nggak boleh injek. Hahaha.”

“Kok Bapak malah bolehin sampai masuk teras?”

“Saya kira saya kan pegawai, ini rumah rakyat. Kita pegawai ya harus kasih lah. Kayak ini, surat semua yang masuk, saya mau baca semua. Saya harus ngerti. Mau surat tembusan saya juga mau tau. Duduk disini membaca ini semua laporan, jadi mengerti.”

“Ada nggak yang menjengkelkan?”

“Pasti ada, gua semprot aja kalau kurang ajar begitu.”

“Hahaha! Saya selalu khawatir ada yang mau menembak mati Bapak gitu. Kan gampang sekali itu, Pak? Bapak nggak takut?”

“Mati kan di tangan Tuhan? Kalau kamu memang harusnya mati muda mau bilang apa? Memang kamu takut bisa membuat tidak jadi mati? Kalau kekhawatiran bisa membuat saya jadi panjang umur, saya mau khawatir. Tapi kan enggak? Jadi buat apa takut?”

“Tapi sebenarnya kekhawatiran itu ada kan?”

“Kalau kekhawatiran itu ada, stress dong, sakit dong saya?”

“Sedikit pun tidak ada?”

“Kenapa saya bisa hidup enak? Tidur enak? Karena saya pasrah.”

“Tapi padahal kemungkinan itu ada kan, Pak?”

“Ya kalau memang Tuhan memutuskan saya harus mati, ya saya mati. Ngapain dipikirin? Yang kita pikirin masuk surga atau tidak itu.”

“Tapi paling tidak bisa lebih hati-hati?”

“Ya pasti harus hati-hati, nggak sembarangan juga. Makanya kalau ada yang ngajak duel, ya nggak diladenin. Ngapain? Saya bukan tukang pukul. Kalau sama-sama gubernur, baru boleh hehehe.”

“Oh hehehe. Trus Bapak kangen nggak sama kehidupan biasa, misal ke supermarket gitu?”

“Sudah saya matikan. Nggak ada lagi. Dahulu saya paling suka belanja di supermarket, jalan. Sekarang saya sudah nggak ada keinginan itu lagi. Kalau punya keinginan, harus segera dilupakan saja. Kita harus terima nasib kita harus kayak gitu. Karena suka kita melayani lebih besar daripada keinginan itu.”

“Wahhh… Ada nggak sih yang kurang dari Bapak selama ini?

“Ya banyak lah.”

“Apa kelemahan Bapak menurut Bapak sendiri?”

“Saya itu tidak bisa bersandiwara aja.”

“Lho malah bagus kan, Pak? Bukan kah itu genuine? Sebuah kelebihan?”

“Tapi kan untuk di dalam politik itu kekurangan? Misal kamu mau layanin orang tapi orang ngeyel, marah dong. Marah mengurangi simpati orang. Tapi saya nggak peduli.”

Iya, kadang kita harus palsu atau punya poker face agar orang lain suka dengan kita. Atau paling tidak, tidak menimbulkan drama. Tidak bisa bersandiwara atau genuine itu juga lemah karena orang lain jadi mudah menebak kita sedang marah atau biasa saja, bahagia atau sedih, jatuh cinta atau jijik, santun atau preman, dan lain-lain.

Tapi tetap bagi saya, genuinity adalah suatu kelebihan. Karena kita jadi tau saat dia melakukan sesuatu karena terpaksa atau memang tulus. Dan itu yang harus kita perhatikan dalam memilih seorang pemimpin.

Di akhir wawancara, saya bertanya, “apa keinginan pribadi Bapak?”

“Saya pribadi hanya ingin ada keadilan sosial. Orang mendapatkan haknya. Secara pribadi saya tidak bisa membantu banyak orang. Makanya lewat menjadi pemerintah bisa membantu banyak. Seperti keadilan sosial, bantuan sosial. Orang sakit, ada BPJS, ya pergi berobat. Sekolah pun begitu. Itulah keadilan sosial.”

.oOo.

Mengapa AHOK Tidak Takut Dibunuh? Ini Jawabannya

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

2 Komentar

  1. maaf yah ahok tdk pantas bahkan haram memimpin umat islam. Bukan kami yg mengharamkan, tapi Sang maha kuasa. Sebaik apapun dia, dia manusia biasa yg tdk akan mampu melawan Sang maha kuasa. Dan kami yakin akan kebenaran Alquran. Ini bukan anti kebhinekaan, tapi non muslim lah yg harus toleransi dgn apa yg diimani kaum muslimin. Kalo mau jadi pemimpin, pimpin aja orang2 yg seiman., karema kami dilarang memilih non muslim. Haqul yakin, itu pasti benar & menyelamtkan kami dunia & akhirat. Anda boleh bangga dgn Ahok tp kami lebih mencintai islam walaupun kami harus mati karenanya. Demi Allah!!!