Dulu, “mereka” ramai-ramai menolak Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI karena menurut mereka, dalam Islam, seorang perempuan “haram” menjadi pemimpin politik apalagi memimpin sebuah negara. Berbagai dalil mereka kumpulkan untuk mendukung pendapat-pendapat mereka. Berbagai fatwa pun mereka himpun untuk menyokong argumen-argumenya. Meskipun Bu Mega jelas beragama Islam, mereka tidak peduli. Bahkan mereka menuding Bu Mega itu “Islam Hindu” hanya karena sang ayah memiliki hubungan sejarah dengan Bali.
Dulu pula, “mereka” ramai-ramai menentang, menolak, dan menjegal KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Presiden RI. Kali ini alasan pengharaman mereka karena Gus Dur buta. Menurut mereka, dalam Islam, seorang pemimpin negara tidak boleh memiliki “cacat fisik”. Lagi-lagi mereka menghimpun berbagai teks, dalil, dan fatwa untuk mendukung, memeperkuat, dan melegitimasi pendapat dan sikapnya. Padahal Gus Dur seorang tokoh Muslim terkenal di seantero jagat, pemimpin ormas Islam terbesar di Tanah Air, Nahdlatul Ulama (NU), kiai yang sangat mumpuni wawasan keislamannya, berpuluh-puluh tahun belajar Islam di pesantren, Mesir, dan Irak, ahli Bahasa Arab dan kitab-kitab keislaman, putra seorang mantan Menteri Agama dan pejuang bangsa (KH A. Wahid Hasyim), cucu seorang ulama besar, pahlawanan nasional, dan pendiri NU (Syeikh Hasyim Asy’ari). Kurang apa coba “Islam”-nya Gus Dur? Kenapa mereka tolak juga?
Dulu pula, meski tidak terlalu dulu, mereka juga ramai-ramai menentang dan menolak Pak Jokowi. Kali ini alasannya karena beliau seorang “Islam abangan” lah, “Islam KTP” lah, “Islam Kejawen” lah, tidak bisa mengucapkan kalimat “as-salamu alaikum warahmatullah wa barakatuh” dengan fasih, apalagi ngomong Bahasa Arab. Jika Bu Mega dituduh dekat dengan Hindu, Pak Jokowi dituduh dekat dengan Kristen. Dekat dengan Kristen saja dipersoalkan apalagi Kristen beneran. Lagi-lagi, seperti biasa, mereka mengumpulkan sejumlah dalil untuk menyokong pendapat dan argumentasinya.
Sekarang, mereka ramai-ramai lagi gerudag-geruduk kesana-kemari. Kali ini targetnya Koh Ahok. Lebih brutal lagi serangan mereka ke Ahok karena si Koh ini sudah Cina, Kristen pula. Karena berstatus “minoritas ganda”, Koh Ahok lebih mudah jadi target empuk kampanye hitam oleh para pecundang agama dan politik ini. Berbagai dalil tumpah-ruah dikutip untuk mendukung pendapat, argumen, sikap, dan tindakan gelap-mata dan membabi buta mereka. Para mafia agama dan politik inipun rajin konsolidasi dan kusak-kusuk untuk menjegal Ahok.
Uniknya atau lucunya, kenapa “mereka” tidak mempersoalkan Pak SBY atau Pak Prabowo Subiyanto? Keduanya memang Muslim, tetapi keduanya, seperti Bu Mega dan Pak Jokowi, bukankah sama-sama sebagai “Muslim abangan”?? Masihkah anda percaya, kalau apa yang “mereka” lakukan itu “atas nama Islam”?
Sumanto al-Qurtuby, Dosen King Fahd University