MYAHOK.COM – Semakin dimusuhi, semakin banyak yang mendukung AHOK. Keberadaan AHOK sebagai calon petahana Gubernur DKI Jakarta tak tergoyahkan meski badai penolakan terhadap dirinya makin keras menerjang. Hal ini karena AHOK sebagai pejabat daerah telah menunjukkan niat yang baik dan mampu memberi bukti nyata atas hasil kerjanya membangun ibukota. Beriku ini pengalaman Nini Hamid ketika mengikuti sidang AHOK di PN Jakarta Pusat kemarin.
KETIKA KTP (Kartu Tanda Penduduk) DAN LABEL MENJADI BERHALA MODERN.
Mau bilang ‘prihatin’, rasanya berat, karena istilah tersebut sudah melekat erat pada seseorang yang membuat rakyat prihatin tingkat dewa. Apa lebih baik bilang ‘ra popo’, karena mengingatkan kita kepada Presiden yang bisa kita banggakan.
Ini kisah yang saya alami sendiri, ingin tidak percaya, tapi nyata. Selasa pagi, 20 Desember 2016, di depan Gedung Pengadilan, jalan Gajahmada, di tempat Pak Ahok menjalani sidang sebagai TERDAKWA paling berWIBAWA.
Saya hadir untuk memberikan dukungan moral kepada Pak Ahok, dan untuk membuktikan bahwa Pak Ahok tidak dibiarkan sendirian menghadapi rintangan ini.
Jam 06.00 saya sudah tiba di sana, dan luar biasa salut, melihat ribuan anggota polisi siap siaga mengamankan jalannya sidang. Namun miris, bila mengingat pasti ada biaya cukup besar untuk pekerjaan tersebut. Berapa banyak lagi biaya yang harus dihabiskan, karena ulah sekelompok orang yang memaksakan kehendak?
Saya datang dengan atribut baju kotak-kotak, begitu memang cara saya menunjukkan dukungan kepada paslon nomor 2, dan saya pun menggunakan pakaian yang menutup aurat, mengikuti perintah Allah swt. dan Nabi saya, Muhammad saw.
Di depan gedung, ada pemandangan menarik, dua kelompok yang berdiri terpisah, satu barisan kelompok menuntut Pak Ahok dipenjarakan, satu kelompok lainnya yang ingin Pak Ahok dibebaskan. Dan saya termasuk dalam kelompok yang ingin Pak Ahok BEBAS.
Sedang asyik mendengarkan orasi, tiba-tiba seorang wanita separuh baya, berbusana muslimah, saya sebut saja No Name mendatangi saya, dan inilah dialog yang terjadi di sana.
No Name : “Eh.. kamu muslim, kenapa mendukung Ahok?”
Saya belum sempat jawab, dia nyerocos lagi.
No Name : “Mana lihat KTP mu? Saya mau lihat, benarkah kamu muslim?”
Lalu dengan nada penuh kebencian dan prasangka buruk dia mengucapkan banyak kata, dan saya tak ingin menyimpan kalimat negatif dalam memori saya.
Saya jawab : “Maaf, bagi saya sebenarnya mudah mengeluarkan KTP, dan untuk menunjukkan bahwa benar saya muslim. Tetapi saya tak akan turuti kemauan Ibu, karena saya tidak mau diintimidasi. Siapakah Ibu? Apakah Ibu sedang bertugas merazia KTP?”
Ketika dia tetap memaksa dan saya tetap menolak, akhirnya datang polisi menengahi, juga banyak relawan Ahok Djarot yang mendatangi kami, polisi pun menyuruh dia kembali ke habitatnya.
Sejujurnya, kejadian itu bisa dianggap sepele, namun saya termenung, ini bisa menjadi problema besar jika kolom agama seseorang, atau label nama organisasi sudah dianggap berhala, menjadi TUHAN dalam bentuk baru. Tuhan adalah sebutan untuk sesuatu yang demikian mendominasi kita, sehingga kita sangat bergantung kepadanya. Tuhan itu banyak berkeliaran di sekeliling kita, tapi orang beriman harus mempertuhankan satu saja. Muslim menyebutnya Allah, bahasa Indonesia juga menuliskan Allah.Umat beragama lain pasti punya sebutan berbeda, begitu pun bangsa lain dengan bahasa berbeda pula.Sang Pencipta menciptakan semuanya, termasuk bahasa yang berbeda. Sang Pencipta takkan galau oleh beragam sebutan yang ditujukan kepada-Nya, Dia lebih melihat kepada keyakinan yang tertanam dalam kalbu.
Saya tak sanggup membayangkan, jika pejabat terpilih kelak berasal dari kelompok mereka. Sedang tak berkuasa saja, arogannya selangit. Bayangkan jika berkuasa!
Bisa-bisa, saat hendak peduli, hendak berbagi, hendak menegakkan keadilan, mereka menyeleksi identitas agama seseorang.
Kini, banyak organisasi dan gerakan yang karena kemasannya memakai identitas agung seperti majelis ulama, pembela Islam, aksi bela islam dan sebagainya, menempatkan kelompoknya sebagai berhala dan tuhan yang mesti dianggap benar, tak pernah salah, berhak menetapkan hukum, fatwa, menjadi seperti agen travel yang menjual tiket surga dan neraka.
Sakral dalam nama, brutal dalam amal.
Saya yang semula hanya simpati kepada Pak Ahok, menjadi mengubah niat, untuk membela Pak Ahok dengan segenap kemampuan, karena saya merasakan, sungguh tidak nyaman mengalami intimidasi di setiap zaman.
Semoga Pak Ahok pun kelak tidak melakukan kebijakan yang mengecewakan, karena tentunya Pak Ahok tahu, bahwa pendukungnya adalah golongan yang pernah kecewa dengan beragam peristiwa yang terjadi di negeri ini.
Tetap suarakan kebenaran, tetap lakukan kebaikan.
Dan saya tidak pernah ragu untuk berucap,
“Saksikan, bahwa saya adalah Muslim. Dan saksikan, bahwa saya mendukung Pak Ahok.”
Kebaikan Pak Ahok, takkan terlihat oleh kelompok yang menjadikan agama sebagai identitas di atas kertas. Kebaikan Pak Ahok hanya bisa dilihat oleh kelompok yang menjadikan agama yang benar adalah pikiran, perkataan, dan perbuatan yang selaras dengan kemauan Tuhan, Allah swt.
NINI HAMID
‘Eh.. Kamu Muslim, Kenapa Mendukung Ahok?’
Catatan :
Nini Hamid adalah penulis buku berjudul ; ‘KENAPA ‘PERCAYA’ SAYA BUAT AHOK?”
jakarta ….
aq iri ma jakarta kini …
pembangunan, penataan, kesejahteraan, kebersihan, keindahan ….
heeem …
kotaq jombang kapaan …