Megawati Melawan ‘Anak Kemaren Sore’

megawati

Semua orang tahu, Megawati Soekarnoputri adalah seorang politisi paling senior di negeri ini. Tahun ini sudah genap 30 tahun bergelut di bidang politik di tanah air. Pasang surut gelombang sudah pernah dialaminya dalam memimpin PDI Perjuangan dan kembali mengantarkan PDIP menjadi parpol pemenang pemilu 2014 lalu.

Namun keberadaan Megawati di atas kursi singasana PDIP, saat ini tengah diuji dengan hadirnya Ahok, seorang putra daerah dari kampung kecil di Bangka Belitung yang kini menjadi orang nomor satu di ibukota Jakarta.

Dalam dunia politik, bila dibandingkan dengan Megawati, ibaratnya Ahok hanyalah ‘anak ingusan’ yang baru ikut bermain kemaren sore. Tapi meski demikian, publik terlanjur menilai bahwa apa yang telah dilakukan oleh Ahok dalam membenahi ibukota, layak untuk terus dilanjutkan.

Sebagian warga Jakarta sudah sangat yakin dan percaya bahwa untuk saat ini, satu-satunya pejabat yang dinilai tepat untuk menjadi Gubernur DKI hanyalah Ahok, terlepas dari kontroversi terkait tabiat Ahok yang keras dan kasar.

Ahok pun kini tampil bagai batu permata langka yang memukau siapapun yang memandang, termasuk pihak PDIP sendiri. Namun sayang, gayung tak bersambut. Pinangan PDIP untuk mengusung Ahok sebagai Cagub DKI periode kedua ternyata ditolak mentah-mentah oleh Ahok dengan keputusannya memilih bergabung melalui jalur Independen.

Hati siapa yang tak sakit diperlakukan seperti itu oleh Ahok. “Memang kurang ajar nih AHOK !”, demikianlah kira-kira yang terdengar di dalam hati Megawati, sebab bagaimanapun juga, karir politik Ahok yang moncer sekarang ini, tak lepas dari peran PDIP saat memasangkan Ahok sebagai WaGub DKI bersama Jokowi beberapa waktu lalu.

Kekecewaan yang dirasakan oleh Megawati akibat penolakan itu, bagi Ahok adalah sebuah resiko perjuangan membela kemurnian hati nurani. Ahok bukanlah pejabat yang anti parpol, dan sama sekali tidak ingin memberi contoh perilaku Deparpolisasi, sebab Ahokpun juga terlahir dari rahim partai politik. Ahok juga bukan berniat untuk mengecewakan ‘ibu angkat’ politiknya, tapi sesungguhnya Ahok sangat menghormati keberadaan Megawati yang pernah mengusungnya menjadi pasangan pemimpin DKI bersama Jokowi.

Namun Ahok tentu punya hak dalam menentukan pilihannya sendiri tanpa ada pihak manapun yang mencampuri. Sepanjang tidak melanggar peraturan, maka tak ada yang boleh menyalahkan. Pilihan kepada jalur Independen adalah sebagai wujud nyata, bahwa Ahok menghargai dan sangat peduli terhadap aspirasi dari warganya sendiri. Ahokpun akhirnya dengan terpaksa berpisah kongsi dengan Megawati.

Satu-satunya yang melatarbelakangi niatnya untuk berpisah dengan Megawati adalah keteguhan hatinya sendiri. Sebagai seorang yang sangat temperamental dan punya nyali besar, Ahok bahkan tak pernah peduli kepada siapapun, apalagi yang meghalangi niatnya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di negeri ini.

Itulah Ahok, dengan segala kekurangan dan segudang prestasi. Mungkin poin inilah yang justru membuat sebagian besar masyarakat begitu berharap agar Ahok tak berhenti di tengah jalan, sebab perjuangan untuk membenahi ibukota belumlah usai.

Sebagai perwujudan rasa cinta kepada Ahok, para relawan telah bersedia memeras keringat, membanting tulang dan bekerja keras siang malam untuk mengumpulkan dukungan demi satu tujuan, AHOK harus terpilih kembali untuk periode yang kedua nanti.

Gencarnya arus dukungan publik kepada Ahok, membuat Megawati merasa sedikit terusik. Sebagai Ketum partai pemenang pemilu, Megawati tampaknya tak mau begitu saja dikalahkan oleh anak kemaren sore.

“Runcingkan tanduk banteng !” begitulah kira-kira bunyi instruksinya kepada para kader PDIP untuk merapatkan barisan dan bersiap melawan Ahok untuk merebut kursi tertinggi di DKI.

Apa yang dilakukan oleh Megawati itu, membuat banyak pihak serta merta menggeleng-gelengkan kepala sebagai tanda tak mengerti bagaimana bisa, seorang Megawati melakukan hal seperti itu?

Bukankah si Ahok hanyalah anak kemaren sore yang ikut bermain atau yang populer dikalangan orang jawa dengan istilah ‘pupuk bawang’? Mengapa harus mengambil keputusan politik sedahsyat itu bila Ahok hanyalah sekadar pemain ‘pupuk bawang’? Bahkan Ahok sama sekali tak punya keterikatan dengan Parpol manapun. Bukankah akan lebih bijaksana bila Megawati memberi pernyataan yang menyejukkan hati terkait keputusan Ahok yang menolak diusung oleh PDIP, daripada melukai perasaan masyarakat luas menanggapi pernyataannya yang tajam untuk melawan keberadaan Ahok sebagai bakal Cagub DKI?

Sungguh keputusan politik Megawati itu menuai tanda tanya besar, apa gerangan yang tengah terjadi? Apakah semata-mata sebagai pelampiasan rasa kecewa kepada Ahok, ataukah menurut pandangan Megawati, keberadaan Ahok memang tak bisa dipandang sebelah mata? Instruksi Megawati yang secara jelas untuk melawan Ahok, kemudian segera diterjemahkan oleh para kader PDIP yang seakan membuat jarak semakin jauh dengan rasa simpati dari masyarakat luas.

Menanggapi keputusan Megawati yang secara terang-terangan akan melawan Ahok, membuat masyarakat kembali menggeliat. Sebagian simpatisan PDIP-pun ada yang menilai bahwa Megawati terlalu angkuh dan arogan dengan pernyataan politiknya itu dan bahkan tak sedikit berniat untuk ‘pindah ke lain hati’.

Apakah fenomena ini telah diperhitungkan secara cermat oleh Megawati sedangkan PilPres tak lama lagi akan datang menjelang? Ataukah Megawati tak menyadari bahwa putaran bumerang semakin kencang mengarah tepat kepadanya?

Bukan hal yang mustahil bila nanti justru akan membuat pamor Ahok semakin bersinar dan sebaliknya membuat PDIP makin banyak kehilangan para pendukungnya. Apakah ini pertanda akan dimulainya sebuah pertunjukan politik yang belum pernah terjadi, dimana seorang Megawati Soekarnoputri mengambil posisi untuk melawan Ahok, si ‘anak kemaren sore’?

Bagaimana akhir dari sebuah kisah yang menarik ini? Serahkan saja kepada waktu yang akan bercerita..

‪#‎donibastian‬

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.