MYAHOK.COM-Kasus ini berawal dari pemecatan Kepala SMA Negeri 3 Setiabudi Jakarta Selatan, Retno Listyarti oleh Kepala Dinas Pendidikan atas perintah AHOK sebagai Gubernur DKI. Sebelumnya diberitakan bahwa Retno sebagai Kepala Sekolah dinilai AHOK tidak bertanggung jawab sehubungan dengan perilakunya yang tidak tunduk kepada ketentuan yang ditetapkan.
Berdasarkan laporan yang diterima Arie dari Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan, Retno tidak mengambil naskah soal Ujian Nasional di sekolah subrayon sebelum melakukan wawancara dengan televisi swasta di SMA 2 Olimo Jakarta Barat pada sekitar bulan mei 2016 lalu.
“Ya saya kira beginilah, dalam masa ujian sekolah itu kan tanggung jawab penuh penyelenggara sekolah. Pagi-pagi sebelum ujian, kepala sekolah sudah harus mengambil naskah soal ujian di sekolah subrayon, tetapi laporannya beliau tidak mengerjakan itu. Padahal hal seperti ini yang perlu dia perhatikan,” kata mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI itu.
Dengan adanya pemecatan itu, Retno kemudian dikembalikan posisinya sebagai guru di SMA 13 Jakarta Utara. Namun, Retno tak bisa menerima keputusan pemecatan atas dirinya itu dan melanjutkannya melalui proses hukum melalui lembaga peradilan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)
Singkat kata, AHOK digugat oleh Retno dan setelah melalui serangkaian proses persidangan, akhirnya Hakim memutuskan dan memenangkan Retno. Dengan demikian berarti bahwa pemecatan Retno dinilai tidak adil, dan PemProf DKI dhi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus memulihkan kembali jabatan dan nama baiknya.
Dengan adanya keputusan PTUN yang memenangkan dirinya itu, Retno merasa senang dan Retno tentu menuntut kepada Dinas Pendidikan DKI agar dirinya kembali dapat menjabat sebagai Kepala Sekolah.
Menurut saya, sampai disini ada yang suatu hal yang hilang. Maksud saya begini, terkait jabatan sebagai Kepala Sekolah merupakan hak dan wewenang PemProv DKI Dhi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk memutuskannya. Retno telah melakukan kesalahan dalam mengambil sikap dengan melanjutkan kasusnya melalui jalur hukum, padahal pengangkatan dirinya sebagai Kepala Sekolah tentu atas restu dari Gubernur DKI AHOK.
Menanggapi keputusan PTUN tersebut, AHOK tetap kukuh pada pendiriannya bahwa Retno tak akan pernah diangkat sebagai Kepala Sekolah lagi, meskipun telah ada keputusan dari PTUN bahwa pemecatan Retno dinilai tidak adil atau tidak sesuai prosedur. AHOK sangat konsisten dengan pendiriannya dan tak akan pernah menjilat ludah sendiri.
Saya disini bukan membela AHOK atau siapapun, tapi mencoba untuk berpikir secara obyektif saja. Taruhlah bahwa Keputusan Hakim PTUN tersebut adalah benar, namun bukan berarti dengan serta merta menghapus hak dan wewenang Gubernur untuk mengangkat atau tidak mengangkat seseorang menjadi Kepala Sekolah. Atau dengan kata lain, tidak boleh ada unsur pemaksaan kepada pejabat manapun untuk mengambil keputusan strategis, terkait penunjukan Kepala Sekolah.
Jadi dengan demikian, apa yang dilakukan oleh Retno yaitu dengan menggugat keputusan AHOK yang memecat dirinya sebagai Kepala Sekolah melalui pengadilan, sesungguhnya tidak ada perlunya dan tidak relevan bila digunakan sebagai upaya untuk mengembalikan jabatannya sebagai Kepala Sekolah.
Sebagai seorang Kepala Sekolah, sudah semestinya memberi contoh kepada anak didiknya untuk selalu disiplin dan patuh terhadap ketentuan dan peraturan. Kalau Kepala Sekolahnya saja tidak patuh dan tunduk kepada peraturan, bagaimana dengan anak didiknya nanti? Bukankah Guru atau bahkan Kepala Sekolah seharusnya memberi contoh perilaku yang baik kepada anak didiknya?
Setiap warga negara, seperti juga Retno, memang berhak melakukan perlawanan hukum jika merasa diperlakukan tidak adil oleh institusinya, namun terlepas dari apapun persoalannya, Retno tampaknya terlalu idealis dan egois hanya memandang kepentingan atas dirinya sendiri. Sedangkan yang terjadi adalah Retno sebagai salah satu pejabat dalam lingkungan organisasi Pem Prov DKI, yang mana setiap terjadi persoalan maka Gubernurlah yang akan mengambil keputusan atau kebijakan.
Ibarat kata, Retno mengggat AHOK sampai keujung langitpun tentu tak akan ada hasilnya sebab apa yang digugatnya itu adalah mutlak merupakan hak dan wewenang AHOK sebagai Gubernur DKI.
Justru sebaliknya, apa yang diperbuat Retno dengan melakukan gugatan hukum membuat konditenya dinilai semakin buruk. Bukan berarti bahwa orang yang berjuang untuk keadilan bagi dirinya dianggap sebagai kesalahan atau pemilik tabiat buruk, tapi sebagai bawahan seharusnya bisa introspeksi diri, bukannya malah main gugat di pengadilan.
Hal yang lebih bijaksana bila Retno tidak menggunakan jalur hukum namun dengan pendekatan secara pribadi. AHOK memang tampak luarnya saja yang keras dan arogan, tapi sesungguhnya pemilik hati yang baik dan lembut. Bila saja Retno dengan kerendahan hati bersedia mengakui adanya kesalahan yang dilakukannya, meski itu bisa saja karena ketidak sengajaan atau kelalaian semata, tentu AHOK juga akan memberinya keputusan yang terbaik untuk karirnya dikemudian hari.
Kalau saja Retno bisa meyakinkan AHOK dengan alasan yang kuat dan masuk akal perihal permasalahan yang terjadi, bisa jadi AHOK akan berubah pikiran dan akan menganulir keputusan pemecatan atas dirinya itu, atau akan diberikan alternatif lain agar karirnya sebagai PNS tetap terjaga dengan baik.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, sekarang yang terjadi adalah bahwa keinginan Retno untuk kembali menjabat sebagai Kepala Sekolah, hanyalah tinggal tuntutan semata dan tak akan pernah ditanggapi. oleh AHOK. Sepanjang AHOK masih menjabat sebagai Gubernur DKI, sudah dapat dipastikan bahwa karir Retno akan mandeg untuk sementara waktu, sebagai konsekwensi atas apa yang dilakukannya itu.
Demikianlah semoga kasus ini bisa kita petik hikmahnya
#donibastian