Jika PK Diterima MA, Maka AHOK Akan Maju Sebagai Calon Wakil Presiden

PK

Jujur, hati saya menangis saat menyaksikan AHOK divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan hukuman penjara selama 2 tahun. Saya tak habis pikir, bagaimana bisa seorang yang tak bersalah, harus masuk ke dalam bui sekian lama. Saya menilai bahwa AHOK hanya sebagai tumbal, untuk meredam terjadinya aksi sebagian umat yang mengaku beragama, yang bertindak semaunya sendiri tanpa menggunakan logika dan hati.

Sebagaimana diketahui AHOK divonis oleh majelis hakim karena menurut mereka AHOK telah melanggar pasal penodaan agama ketika berpidato di depan masyarakat Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu, terkait dengan penyebutan Surat Al Maidah 51. Padahal menurut saya, AHOK sama sekali tak ada niat untuk menistakan atau menodai agama. Apa yang disampaikannya itu hanyalah sebatas menyampaikan peristiwa yang pernah dialaminya ketika dicalonkan menjadi Bupati Bangka Belitung, yang mana disana AHOK diserang oleh umat Islam setempat yang tidak menyukainya dengan menggunakan dasar Surat Al Maidah 51.

Namun apa boleh buat, vonis telah dijatuhkan dan AHOKpun dengan sukarela menerimanya, tanpa menggunakan upaya hukum apapun untuk membela diri. AHOK lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara ini dibanding kepentingan diri dan keluarganya. AHOK tak ingin terjadi disintegrasi antar umat beragama akibat kasus hukumnya itu. AHOKpun rela diam, mengalah dan menerima vonis itu. Jika dihitung-hitung, AHOK tak lama lagi akan bebas dari hukuman penjara yaitu sekitar pertengahan Agustus 2018 nanti atau sekitar 6 bulan lagi.

Namun, AHOK melalui kuasa hukumnya tiba-tiba memecah kesunyian politik dengan melakukan upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung terkait dengan vonis yang dijatuhkan terhadap dirinya. AHOK sebagaimana diwakili oleh para kuasa hukumnya menilai bahwa vonis yang dijatuhkan majelis hakim berupa hukuman kurungan (penjara) selama 2 tahun adalah suatu kekeliruan, terkait dengan keputusan Hakim pada kasus Buni Yani, yang mana Hakim memberikan vonis 1,5 tahun penjara karena Buni Yani karena terbukti bersalah dengan menyebar-luaskan potongan video yang mendeskreditkan AHOK.

Namun demikian, apakah kasus pengajuan PK atas vonis AHOK hanyalah bertujuan untuk meminta MA membatalkan vonis hakim atau setidaknya mengubah vonis dari 2 tahun menjadi 1,5 Tahun penjara sebagaimana vonis yang dijatuhkan kepada Buni Yani? Apa perlunya bagi AHOK melakukan upaya hukum PK tersebut jika hanya menuntut keringanan hukuman penjara hanya 6 bulan? Bukankah 6 bulan hanya sekejab saja, daripada harus repot mengurusi proses pengajuan PK kepada MA tersebut?

Jika saya menilai, apa yang dilakukan oleh AHOK melalui kuasa hukumnya dengan mengajukan PK atas vonisnya kepada MA, bukanlah sekadar untuk meringankan hukuman. sesungguhnya terdapat suatu hal yang jauh lebih besar dampaknya bagi politik nasional menjelang PilPres 2019 nanti.

Mengapa saya menilai demikian?  Pertimbangan saya sebagai berikut :

  1. AHOK jelas tak akan mau mempersoalkan waktu yang hanya 6 bulan sebagai keringanan hukuman, sebab sedari awal AHOK telah menerima vonis tersebut yaitu dipenjara selama 2 tahun, tanpa melakukan upaya hukum apapun. Lalu kenapa tiba-tiba AHOK bangkit dan mengajukan PK kepada MA?
  2. Sebagaimana diketahui, AHOK adalah merupakan sosok pejabat yang sangat diharapkan dan dirindu-rindukan oleh banyak kalangan agar bisa tampil sebagai pemimpin negeri ini. Dukungan kepada AHOK baik secara materi maupun non materiil begitu deras terlihat terutama tatkala lengser dari jabatan Gubernur DKI, sampai menjelang putusan pengadilan hingga ketika dirinya sudah berada dalam penjara, dukungan dan simpati dari masyaraat terus mengalir kepadanya. Mengapa demikian? Sebab tak lain adalah karena AHOK sebagai pejabat memiliki karakter jujur, selalu membela kebenaran, berani melawan siapapun yang melanggar hukum dan yang pasti AHOK adalah pejabat anti korupsi. Namun sayangnya, AHOK telah menjadi terpidana dengan hukuman 2 tahun, meski perbuatan menistakan atau penodaan agama sama sekali tak pernah dia lakukan.
  3. Sesuai dengan ketetapan Undang-undang yaitu dalam Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan pada butir t, bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden  harus memenuhi syarat :

t. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Sedangkan AHOK divonis oleh majelis hakim karena melanggar KUHP tentang penodaan agama yaitu :

Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ancaman hukuman pada pasal 156 a diatas, yaitu pidana penjara selama-lamanya 5 tahun adalah sangat merugikan AHOK, sebab jika dikaitkan dengan syarat sebagai Calon Presiden atau Wakil Presiden adalah tidak pernah dipidana penjara karena tindakan yang diancam dengan hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih.

Jadi, kata ‘5 tahun‘ pada kedua ketentuan hukum tersebut merupakan interseksi (irisan), atau dengan kalimat lain bahwa AHOK tak bisa lagi dicalonkan sebagai Presiden maupun  Wakil Presiden karena telah divonis penjara dengan ancaman hukuman maks, 5 tahun, meski vonis yang dijatuhkan hanya 2 tahun panjara.

Oleh sebab itu saya menilai bahwa apa yang dilakukan AHOK dengan mengajukan PK ke MA adalah hak bagi setiap warga negara untuk dipulihkan kembali nama baiknya, karena tidak pernah melakukan pelanggaran hukum apapun.

PK atas vonis AHOK itu menuntut agar MA membatalkan vonis hukuman penjara selama 2 tahun untuk AHOK, karena Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah melakukan kekeliruan dalam mengambil keputusan dalam menjatuhkan vonis kepada AHOK, terkait hukuman kepada Buni Yani yang telah divonis bersalah karena mengunggah dan menyebar-luaskan potongan video, sehingga mengakibatkan AHOK yang jadi korbannya.

Jika nanti pihak MA menerima PK yang diajukan oleh AHOK melalui kuasa hukumnya, maka vonis hakim akan dibatalkan secara hukum dan AHOK harus direhabilitasi nama baiknya. Dengan demikian AHOK secara hukum bukanlah narapidana karena vonis hukumannya telah dibatalkan oleh MA, dan AHOK dapat kembali sebagai warga negara yang berhak dipilih sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Presiden Jokowi pada Pemilu 2019 mendatang.

Demikianlah semoga Tuhan memberikan yang terbaik bagi masa depan negeri ini..

Doni Bastian

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.