MYAHOK.COM – Membela kebenaran tidak selalu diwujudkan dengan berteriak-teriak bersama ribuan orang lainnya. Kebenaran belum tentu berada di tengah para pengunjuk rasa yang memadati jalanan ibukota. Kebenaran yg sesungguhnya adalah berada di dalam hati nurani yang bersih dan murni. Kebenaran akan bersemayam di dalam hati setiap insan yang punya rasa cinta kasih dan sentiasa ingin hidup dengan damai diantara sesama. Mereka yang diam di rumah, merasa prihatin dan menangis sendiri di depan televisi yang sedang menyiarkan berita tetang perlakuan yang tidak adil oleh sekelompok orang kepada yang lain, justru mereka inilah pembela kebenaran. Berikut ini adalah suara hati dari Nini Hamid dalam membela kebenaran yang diyakininya ;
TUHAN, BERI PAK AHOK WAKTU! AGAR PAK AHOK BISA MEMBERIKAN WAKTUNYA UNTUK BANGSAKU.
Belakangan ini, saya jadi sering menangis dengan sebab yang berubah setiap hari. Menangis melihat Mama yang kehilangan nafsu makan bila melihat acara televisi yang menampilkan sekelompok orang yang mengaku beriman tapi keukeuh ingin memenjarakan Pak Ahok yang dikaguminya.
Saya pun pernah menangis mengingat anak perempuan kesayangan saya, yang menetap di luar daerah, hanya berduaan di rumahnya dengan si kecil putri tunggalnya, karena suaminya menginap di Jakarta untuk mengikuti Aksi Bela Islam yang sudah memasuki jilid ketiga. Saya memaklumi pemikiran menantu saya yang berusia muda, dan harus mengikuti arahan para gurunya yang tua tapi kurang bijaksana.
Saya menangis teringat teman dari etnis tertentu (tidak bisa saya bilang minoritas, karena untuk ukuran dunia, etnis tersebut justru mayoritas) yang dahulu rasa takutnya muncul jika berjumpa preman bertatoo, kini ketakutannya beralih kepada kaum saya yang mengenakan pakaian bercirikan umat beragama.
Saya menangis karena malu (dengan terpaksa menghindari istilah PRIHATIN, karena istilah itu sudah populer melekat pada seorang tokoh yang malah membuat saya mestinya mengucapkan kata itu), melihat sekelompok orang yang mengaku pembela ahlu sunah, padahal tindakannya justru bid’ah (mengada-ada), tatkala dengan arogan mereka mengintimidasi saudara kita yang sedang beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya.
Saya menangis karena geram melihat betapa kini para pejabat dan aparat penegak hukum tak berdaya menghalau kaum, maaf kalau saya harus katakan keparat. Gubernur di sana menyatakan ini cuma masalah KECIL, padahal kebakaran BESAR sering terjadi akibat api kecil.
Saya menangis sedih, dengan bencana alam yang kembali menimpa saudara saya di Bumi Serambi Makkah, semoga tetap diberi kesabaran, bertahan dan tetap kuat menerima semua ini, semoga keadaan sulit ini dapat segera pulih dan teratasi. Dan saya ingin menyaksikan persatuan kaum muslim terwujud dalam membantu kesulitan saudara kita yang tengah tertimpa bencana.
Saya menangis terharu bila terkenang tempat domisili kami JAKARTA, sebagai IBU KOTA yang dahulu sempat diplesetkan dengan kalimat, “Sekejam-kejamnya IBU TIRI, tak sekejam IBU KOTA”, kini menjadi kota yang sangat ramah dan warganya kerap mengalah manakala didatangi warga dari daerah lain, yang melontarkan amarah dan sumpah serapah kepada gubernur non aktif kami yang sering menjadi korban fitnah.
Warga Jakarta juga sering mengunjungi daerah lain, dengan tujuan wisata, dan itu menggairahkan pertumbuhan ekonomi daerah yang dikunjungi. Tentu kami pun berharap warga dari daerah lain mengunjungi Jakarta sebagai tujuan wisata. Untuk memanjatkan doa yang khusyuk, yakinlah bisa dilakukan di tempat terdekat, karena Allah sudah menyatakan bahwa Allah itu lebih dekat daripada urat leher kita.
Mungkin di tengah suasana yang sedang berduka ini, tidak tepat bila saya bicara soal Pak Ahok, namun kembali saya ingin mengingatkan warga Jakarta, untuk memilih dan memenangkan Pak Ahok dalam satu putaran, karena Pak Ahok adalah gubernur yang kita butuhkan.
Saya sepakat dengan statement Pak Ahok, untuk berhenti menanggapi isu negatif yang melelahkan dan menguras energi kita, tetapi terus bergiat untuk mensosialisasikan program dan visi misi pasangan AHOK DJAROT, yang secara jujur harus saya katakan bahwa Pak Ahok kehilangan banyak waktu dibandingkan calon lain dalam memanfaatkan masa kampanye. Waktunya makin sering tersita dengan proses hukum yang mesti beliau jalani.
Semoga saya takkan menangis lagi, dan kekhawatiran saya tak perlu terjadi. Jangan sampai di era Pak Jokowi, presiden yang bernyali tinggi ini, tercipta kisah Ahok Sang Pemberani ditundukkan oleh Sang Penakut. Kepolisian yang takut kepada desakan massa yang menuntut agar Pak Ahok jadi tersangka, berlanjut dengan Kejaksaan yang takut sehingga menjadikan Pak Ahok sebagai terdakwa.
Semoga ketakutan ini segera berakhir, takkan ada lagi Pengadilan yang takut, lalu menjadikan Pak Ahok sebagai terpidana.
Massa yang terlihat banyak di permukaan, tidak mewakili kebenaran universal. Masih ada massa yang diam, namun DIAM BUKAN BERARTI TAKUT.
Saya mengimani bahwa Engkaulah Tuhan, Sang Pemilik Waktu, maka saya meminta kepada-Mu, Berilah Pak Ahok waktu, agar Pak Ahok bisa memberikan waktunya untuk bangsaku.
Aamiin.
*****
Catatan :
Nini Hamid adalah penulis buku berjudul ; ‘KENAPA ‘PERCAYA’ SAYA BUAT AHOK?”