Video Dr. Arief Munandar Ditengarai Menyebarkan Propaganda Anti AHOK

 

@MYAHOK-Saya memperoleh kiriman video dari seorang teman yang mana berisi pernyataan dari Arief Munandar terkait dengan keberadaan AHOK sebagai Gubernur DKI, namun isinya semata-mata Propaganda Anti AHOK. Untuk diketahui, Arief Munandar yang dikenal sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Indonesia juga merangkap sebagai konsultan dibawah bendera PT Buna Inti Muda Utama. Arief Munandar yang juga dianggap sebagai orang cerdas yang menyandang gelar Doktor dengan predikat Cum Laude dari UI namun dalam pernyataanya yang disebarluaskan melalui video, sama sekali tak menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang bijak dan terlalu apriori dengan pendapatnya sendiri.

Berikut ini saya kutip beberapa pernyataannya yang menurut saya tak berdasarkan bukti yang kuat dan cenderung menggiring opini publik agar mendukung gerakan Propaganda Anti AHOK. Padahal Arief Munandar seharusnya tahu persis bagaimana menilai suatu persoalan berdasarkan logika dan bukti otentik yang ada , bukan sekadar menyebar propaganda di dalam ranah politik semata.

PAHAM RASISME TERSELUBUNG

Pada awal pernyataannya, Arief membuka dengan pernyataan yang tendensius dengan menyebut bahwa

“Jakarta dipimpin oleh seorang yang bukan berasal dari kita”

Apa maksud pernyataan Arief ini? Yang dimaksud dengan ‘Kita’ adalah siapa? Bukankah kita semua, termasuk AHOK adalah warga negara Indonesia yang punya hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara? Mengapa harus dibeda-bedakan dengan menggunakan kata :” Bukan berasal dari kita” ? Lalu apa yang mendasari pernyataannya itu? Bukankah itu sebuah pernyataan yang cenderung diskriminatif terhadap keberadaan AHOK yang kebetulan seorang warga negara dari keturunan Tionghoa. Dari awal pernyataannya itu, Arief sudah membuka dengan kalimat yang kental dengan paham rasisme terselubung.

MENGAMBIL KESIMPULAN SENDIRI

Selanjutnya Arief menyatakan :

“.. tapi karena dia mampu menista apa yang buat kita berharga”

Disini jelas bahwa Arief sedang berada dalam konteks terkait dengan pernyataan AHOK yang dituduh oleh sebagian kalangan telah menistakan agama Islam. Padahal dari pihak AHOK sendiri telah memberikan klarifikasi bahwa AHOK sama sekali tidak bermaksud melecehkan apalagi menghina ayat suci Al-Qur’an. Bahkan meski demikian, AHOK pun telah bersedia meminta maaf demi menjaga kedamaian antar umat beragama di negeri ini.

Arief dalam hal ini hanya berdasarkan atas kesimpulan yang diyakininya sendiri, dan tak mau tahu dengan apa yang telah dijelaskan oleh AHOK perihal maksud pernyataan AHOK yang dituding telah menistakan agama. Bagaimana bisa seorang yang bergelar Phd menyatakan sesuatu hanya atas kesimpulan sendiri dan tak mempedulikan klarifikasi dari pihak AHOK sendiri? Apakah ini suatu perilaku yang bisa diteladani? Tak bisakah Arief bersikap lebih bijaksana dengan pernyataannya itu? Sebagai seorang akademisi bukankah Arief telah banyak belajar bagaimana caranya membuktikan kebenaran atas suatu hipotesa? Mengapa dalam hal ini Arief tampak seperti membutakan hatinya sendiri?

BERSPEKULASI TERHADAP PERMASALAHAN YANG TIDAK DIKUASAI

Lebih lanjut Arief menyatakan :

“Mungkin.. sekali lagi mungkin… terlalu lama bergaul dengan sembilan naga, orang-orang yang kelewat kaya, membuat dia lupa..”

Arief pun dalam berbicara semakin melenceng dan ngawur. Siapa yang dimaksud dengan “sembilan naga dan orang-orang yang kelewat kaya”? Kalau memang Arief menguasai persoalan.  mengapa harus menggunakan kata ‘mungkin’?

Kalau Arief tidak menguasai informasi secara akurat tentang “sembilan naga” mengapa masalah ini dibawa-bawa? Sebagai seorang yang berprofesi sebagai dosen, apakah pantas dia memberikan pernyataan yang menduga-duga seperti itu? Bagaimana orang bisa percaya dengan apa yang dikatakannya, jika dia sendiri juga tidak tau persis permasalahnnya? Arief dalam hal ini tak ada bedanya dengan orang yang ‘sok tahu’, sifat yang hanya dimiliki oleh orang-orang bodoh saja.

MENCARI PEMBENARAN SENDIRI

Pernyataan Arief selanjutnya “

“.. memang mereka terdampar di bantaran kali, tapi mereka juga manusia, yang selama ini tidak membebani negara..”

Kata : “tidak membebani negara” dipandang dari sudut mana? Warga yang tinggal dibantaran kali tentu telah melanggar ketentuan atau Peraturan Daerah sebab warga tersebut menempati suatu lokasi  sebagai tempat tinggal yang melanggar peruntukannya. Akibatnya adalah fungsi sungai sebagai sumber penghidupan dan wadah penampung aliran air menjadi terganggu dan menyebabkan timbulnya banjir di wilayah sekitarnya. Apakah persoalan ini tidak membebani negara setidaknya PemDa? Bagaimana sebetulnya cara berpikir Arief yang mengaku seorang konsultan manajemen itu? Sungguh memalukan dan seakan dia memaksakan diri mencari pembenaran terhadap sebuah kekeliruan.

Pernyataan lainnya :

“mereka tak mampu membayar sewa yang kelewat mahal dan akhirnya mereka kembali terlunta-lunta di tanah ibukota”

Apa ukurannya sewa rusun kelewat mahal? Bukankah AHOK memberi kesempatan mereka untuk mencicil dengan harga yang murah? Justru AHOK selalu mencari alternatif cara untuk meringankan beban warga yang tak mampu, tapi mengapa Arief mengatakan yang sebaliknya? Pernyataan ini semakin memperjelas bahwa Arief adalah pemilik hati yang kotor dengan berprasangka negatif terhadap kebijakan yang telah diambil oleh Gubernur AHOK. Sebaik apapun kebijakan yang diambil AHOK, tapi bila menilainya dengan menggunakan hati yang kotor dan prasangka buruk, maka tentu yang tampak hanyalah sisi buruknya saja.

CURIGA PADA SEMUA ORANG TANPA ALASAN YANG KUAT

“Dia dilanda oleh banyak kasus hukum yang mebuat kita bertanya-tanya, kekuatan siapa yang berada di balik semuanya, sehinga tak satupun kasus hukum itu yang berhasil menjerat dirinya..”

Wah.. wah.. Arief semakin jauh semakin ngawur dalam bicara. Pernyataannya itu seperti orang buta hukum. Apa dipikir setiap orang boleh menghakimi orang lain dan semaunya sendiri menuduh orang lain melanggar hukum, sedangkan tak ada satupun hakim di persidangan yang memberi vonis kepada AHOK?

Jika AHOK tidak pernah melawan hukum, mengapa harus memaksakan kehendak dan membuat pernyataan seolah-olah AHOK ada yang melindungi? Ini pikiran macam apa?

Mengapa selalu saja berprasangka buruk dan mencurigai ada orang yang melindungi AHOK? Siapa yang mau melindungi AHOK jika AHOK melakukan pelanggaran hukum? Lagipula tak ada perlunya melindungi orang yang berbuat jahat atau melanggar hukum.

Kalau AHOK memang bersalah, maka harus dikenakan sanksi hukum yang setimpal dengan kesalahannya. Tapi jika AHOK benar dan tidak melanggar ketentuan dan hukum, maka sebagai konsekuensinya, AHOK juga harus dilindungi.

Siapa yang melindungi AHOK?

Bukan Presiden Jokowi atau pejabat negara lainnya. tapi yang melindungi AHOK sesungguhnya adalah  hukum itu sendiri.

Sekali lagi, kalau Arief Munandar sudah punya hati yang kotor, apapun yang dikatakannya hanyalah berdasarkan keyakinannya, yang dianggap benar menurut penilaiannya sendiri dan tak peduli dengan fakta hukum yang terjadi.

PENILAIAN SUBYEKTIF TERHADAP PERILAKU AHOK KURANG SANTUN

Arief juga menyinggung perilaku AHOK ketika marah dengan mengatakan kata-kata kotor. Perihal penilaian atau pendapat publik terhadap kata-kata kasar atau kotor yang diucapkan AHOK, adalah bersifat subyektif dan juga terjadi kontroversi di kalangan masyarakat luas.

Sebagian warga ada yang menilai tidak pantas dilakukan oleh AHOK sebagai  pejabat daerah, namun sebagian warga lainnya justru menganggap itu adalah hal yang sepantasnya untuk dikatakan kepada para koruptor yang mencuri uang rakyat. Msayarakat sudah geram kepada perilaku koruptor dan mendukung AHOK  utnuk memberantas para koruptor sampai ke akar-akarnya.

Disisi lain, sesungguhnya pengucapan kata kasar juga dilakukan oleh pejabat dan tokoh terkemuka lainnya seperti Walikota Surabaya Risma, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, juga almarhum Gus Dur Dll. ketika mereka  sedang marah atau kesal terhadap perilaku pihak yang melanggar hukum. Bahkan Walikota Surabaya Risma dan Alm Gue Dur sekalipun juga pernah mengucapkan kata “BAJINGAN”, tapi tak ada yang mempersoalkannya.

KELIRU DALAM MENILAI PERSOALAN

Terkait pelaksanaan cuti kampanye, Arief meyatakan bahwa AHOK tidak konsisten, sebab dulu AHOK pernah mangatakan bahwa pejabat petahana yang mencalonkan diri harus mengambil cuti bila ingin mengikuti kampanye. AHOK dinilai tidak konsisten bahkan meminta Judicial Review kepada MK agar ketentuan cuti semasa kampanye yang bersifat wajib menjadi pilihan atau opsional.

Dalam masalah ini Arief telah keliru menafsirkan maksud AHOK mengajukan Judicial Review tersebut. AHOK memang tidak punya keinginan untuk mengikuti kegiatan kampanye pada Pilkada DKI tahun depan. Untuk apa? AHOK memilih bekerja sebagaimana biasa dan tak mau melakukan kampanye, sebab AHOK tak peduli akan terpilih menjadi Gubenur lagi atau tidak.

AHOK menyerahkan sepenuhnya kepada aspirasi warga Jakarta. Bagi AHOK, tanpa kampanye sekalipun, warga sudah bisa menilai hasil kerja AHOK selama ini. Bahkan AHOK seringkali mengatakan bahwa, bila ada calon yang lebih baik, jangan pilih dia lagi untuk jadi Gubernur DKI

Jadi, itulah mengapa AHOK minta agar dirinya agar diijinkan untuk tidak mengambil cuti kampanye, sebab AHOK tak akan mengikuti kegiatan kampanye apapun dalam rangka Pilkada DKI. Bukan seperti pernyataan Arief yang keliru menilai bahwa AHOK mau menangnya sendiri. Untuk orang lain harus cuti sedang untuk AHOK sendiri meminta tidak mengambil cuti kampanye. Padahal AHOK memang sengaja tidak ingin melakukan kegiatan kampanye dan memilih bekerja seperti biasa untuk mengawal penyusunan RAPBD tahun 2017.

PURA-PURA BODOH ATAU MEMANG BODOH BENERAN

Terkait dengan dukungan Partai Politik kepada AHOK, Arief menilai AHOK tidak konsisten di dalam ucapannya. Sebelumnya, menurut Arief, AHOK pernah mengatakan bahwa partai politik mencuri suara rakyat, dan AHOK memilih menggunakan jalur independen, tapi kemudian yang terjadi AHOK dengan mudahnya banting setir ikut dalam kendaraan Partai Politik yang mengusungnya.

Disini saya menilai Arief pura-pura bodoh atau mungkin saja memang bodoh benaran.

Sudah jelas AHOK itu sedang berada dalam admosfir politik, sedangkan semua orang juga tahu bila politik itu adalah bergerak atas dasar sebuah kepentingan. Jadi, tak ada kaitannya dengan konsistensi terhadap pernyataan AHOK. Politik itu antara lain adalah seni menangkap peluang dan memanfaatkan moment yang sedang terjadi.

Jadi bukan hal yang aneh jika AHOK tiba-tiba beralih kepada Partai Politik, sebab sesungguhnya yang terjadi pada awalnya, memang tak ada satupun Partai Politik yang menyatakan kesediaannya untuk mengusung AHOK sebagai calon Gubenur DKI untuk periode yang ke-2. Pada saat yang sama, organisasi Teman AHOK lah yang bertekad untuk mengusung AHOK pada jalur independen. Tak ada masalah bukan? Toh sesuai aturan memang disediakan alternatif jalur independen selain Partai Poltik.

Namun bila di belakang hari ada banyak ParPol yang bersedia memgusungnya, mengapa AHOK dipersalahkan ketika meninggalkan jalur Independen dan beralih ke ParPol. Meski demikian, AHOK tidak pernah meninggalkan Teman Ahok begitu saja, sebab sampai detik inipun, semua pengurus Teman Ahok masih aktif bergabung di dalam Tim Pemenangan AHOK/Djarot dalam menghadapi Pilkada DKI 2017. Lalu untuk apa dipersoalkan lagi? Arief Munandar tampak seperti orang bodoh dan buta terhadap strategi politik dengan pernyataannya ini.

AHOK DINILAI INKOMPETENSI DALAM KASUS TUDINGAN PENISTAAN AGAMA

Pada bagian akhir videonya, Arief masih saja mengambil kesimpulan sendiri bahwa AHOK tak punya kompetensi dalam menilai ayat-ayat Al Qur’an sebab AHOK adalah Non Muslim. Namun sebagaimana yang disampaikan AHOK terkait tuduhan penistaan agama, AHOK pada intinya menyindir kalangan tertentu yang memanfaatkan dalil atau ayat Al’Qur’an untuk tujuan yang tidak semestinya. Jadi AHOK sama sekali tidak menilai benar atau salah, apalagi menghina ayat Al-Qur’an dalam hal ini pada surat Al-Maidah 51.

Arief benar-benar telah keliru dalam menafsirkan semua yang terkait dengan perilaku dan kebijakan yang diambil oleh AHOK sebagai Gubenur DKI.

Pada penutup, Arief dengan jelas dan terang-terangan menolak AHOK untuk kembali menjabat sebagai Gubernur untuk periode yang kedua. Sebuah sikap yang sangat tidak terpuji dari seorang yang mengaku dari kalangan intelektual, sebab Undang-undang telah mengatur bahwa setiap warga negara punya hak yang sama dalam berpolitik dan bernegara. Tapi mengapa Arief Munandar membatasi hak politik AHOK sebagai warga negara dalam mengikuti Pilkada DKI tahun depan?

Bukankah justru Arief Munandar sendirilah yang memberi contoh perilaku yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang akademisi dengan menyebarkan video bermuatan Propaganda Anti AHOK ini?

Terserah kepada anda saja untuk menilainya..

Penulis : Doni Bastian

 ‘Video Dr. Arief Munandar Ditengarai Menyebarkan Propaganda Anti AHOK’

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.