@MYAHOK-Mungkin ada yang bertanya, mengapa di negeri ini terdapat jurang pemisah yang begitu lebar antara si kaya dan si miskin? Kesenjangan sosial ini antara lain bisa terjadi karena adanya kegagalan dalam memilih pemimpin yang adil dalam membuat kebijaksanaan dan mengambil keputusan. Mengapa demikian?
Sudah lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka, namun perekonomian masih saja dikuasai oleh segelintir warga. Masih banyak penduduk yang berada pada kondisi kemiskinan dan sebagian besar lainnya di daerah masih belum bisa menikmati kemakmuran sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh pendiri bangsa ini.
Presiden sebagai kepala negara dipilih untuk mengemban amanat rakyatnya. Demikian pula untuk tingkat daerah (propinsi, kabupaten/kota), sampai ke tingkat yang terendah yaitu ketua RT pun harus dipilih secara demokratis, dengan tujuan dapat menjadi pemimpin yang adil bagi warganya,
Kebijakan dan keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin yang bijaksana dan adil sangat dibutuhkan bagi kepentingan warganya. Pemimpin yang adil tentu akan menciptakan sebuah keadilan. Dan sebaliknya keputusan pemimpin yang tidak adil, yang hanya mementingkan pribadinya sendiri atau kelompok tertentu, akan menimbulkan permasalahan yang kompleks dikemudian hari.
Adil maksudnya adalah menempatkan segala sesuatu pada yang semestinya. Pemimpin yang adil, sebagai contoh misalnya kepala daerah yang membuat kebijakan untuk menentukan sebuah lokasi untuk dipergunakan sebagai area bisnis atau perdagangan, seharusnya dapat menentukan kebijakan dengan seadil-adilnya. Bila memang area tersebut layak digunakan untuk tempat berdagang pengusaha kecil atau tradisional, maka kepala daerah tak perlu ragu lagi untuk memutuskannya. Jangan karena iming-iming sejumlah uang maka keputusan jadi beralih untuk kepentingan pengusaha besar atau konglomerat untuk dijadikan bangunan Mall atau pusat pertokoan modern.
Contoh lainnya adalah ketika memutuskan pemenang dalam proses pengadaan barang atau proyek tertentu. Demi keadilan sudah sewajarnya bila dilakukan lelang secara terbuka untuk menghidari terjadinya perilaku kolusi dan nepotisme. Dalam kasus ini juga diperlukan pemimpin yang adil dalam mengambil keputusan pemenang, yaitu atas hasil pertimbangan sesuai dengan kelayaka dan kewajarannya.
Bila dari hasil penilaiaan yang wajar bahwa pemenangnya adalah si A, tapi karena di A tidak punya komitmen apa-apa, maka yang dimenangkan adalah di B, karena telah bersedia memberi komitmen akan menyerahkan sejumlah uang (sebesar prosentasi tertentu dari nilai proyek) misalnya.
Apalagi bila seorang pemimpin dengan sengaja menetapkan sendiri harga barang yang jauh diatas kewajaran (Mark Up Harga). Maka yang jelas-jelas dirugikan adalah para pengguna akhir dalam hal ini adalah rakyat kecil. Sebagai contoh misalnya dalam pengadaan Transformer (Trafo) yang harga wajarnya adalah Rp 3 Miliar per unit, kemudian di mark-up hinga menjadi Rp. 5 Miliar per unitnya. Hal ini tentu akan menghasilkan perhitungan tarip listrik yang jauh lebih tinggi dari yang semestinya bukan?
Contoh lain misalnya dalam proyek pengadaan loko atau gerbong kereta api. Bila harga wajarnya misalkan hanya Rp. 5 Miliar tapi kemudian di markup menjadi 7 Miliar, sudah barang tentu akan membuat harga tiket KA menjadi lebih tinggi. Hal ini hanya menguntungkan pihak tertentu saja yang menikmati selisih harga yang cukup besar, namun yang menjadi korban adalah rakyat kecil yang menggunakan jasa perkeretaapian.
Kasus pengadaan Travo dan Gerbong KA tersebut diatas, hanyalah sebatas ilustrasi saja, dan bisa saja kasus demikian ini terjadi di semua instansi baik pemerintah maupun BUMN, terlepas dari apapun bentuk pengadaan dan berapapun nilai barang dan jasa.
Maksud tulisan ini adalah memberi gambaran yang kongkrit bahwa bila perilaku pemimpin tidak adil atau dengan kata lain hanya mementingkan dirinya sendiri atau kelompok tertentu saja, maka sudah pasti akan merugikan masyarakat secara luas.
Apalagi bila budaya korupsi, kolusi dan nepotisme sudah berlangsung bertahun-tahun dan turun temurun, maka tak heran bila sekarang ini terjadi tingkat harga dan tarip yang tinggi pada berbagai poduk atau jasa yang tak lain hanyalah menambah beban kehidupan bagi rakyat kecil. Budaya KKN hanya akan memperkaya segelintir oknum pejabat dan pelaku usaha tertentu, namun disisi lain menambah penderitaan warga miskin.
Bila hal ini berlangsung secara terus menerus dan tak terkendali, maka yang terjadi adalah adanya kesenjangan yang makin lebar antara di kaya dan di miskin. Si kaya makin kaya, dan si miskin makin miskin.
Untuk itulah maka yang bisa dilakukan oleh seluruh rakyat adalah dengan cara memilih pemimpin yang bersih jujur dan adil. Termasuk dalam memilih Kepala Daerah, jangan hanya percaya dengan janji-janji manis ketika mereka berkampanye. Tapi periksa dulu track record/rekam jejak perjalanan karirnya yang terdahulu. Apakah calon Kepala Daerah tersebut cukup memiliki kapasitas dan kapabilitas jika terpilih menjadi Kepala Daerah. Sejauh mana pengalamannya sebagai pejabat publik, juga perlu dipertimbangkan.
Sebagaimana pepatah, “bila sumber airnya saja telah kotor, bagaimana bisa memperoleh air sungai yang jernih?” Sedangkan dari sumber air yang jernih di pegunungan, masih bisa terkotori di dalam perjalanan air sungai menuju ke hilir.
Seandainya saja di negeri ini mampu tercipta pemimpin yang adil sejak dari puncak (Presiden) hingga ke jajaran lebih rendah hingga daerah (menteri dan kepala daerah) dlsb, maka dapat dipastikan bahwa jurang pemisah antara si kaya dan si miskin akan menyempit dan akan tercapai tujuan negara menuju ke gerbang kemakmuran. Semoga..
Penulis : Doni Bastian
http://www.beritasatu.com/megapolitan/363068-rasio-gini-di-jakarta-meningkat-jadi-046.html
Saya juga bisa buat kata2 sebgus jdul ini.
mimpiku …
Andai setiap orang sedikit aja ninggalkan EGOnya …
Mau bersama memikirkan anak cucu kita,
Mau bersama memikirkan penderitaan orang yg ” benar2 tak mampu ” disekeliling qt …
Mau bersama ” bener2 beribadah sesuai keyakinannya ” …
Mau bersama Ingat hakihatnya hidup didunia …
Dan Mau bersama “Introspeksi Diri ” Tentang yg benar n yg salah …
Ahok mrubah ssuatu hal mnjdi trlihat baik/bgus krna dia lgi brbuat ksmpatn dlm ksmpitan, pda dsarnya kita smua tau ahok duduk dikursi gub hnya dri kebetulan sja bkn dri pilihn dn skrg dia lgi brusha untuk jdi pilihan..dri dulu kita tidak knal siapa ahok yng kita tau hnya jokowi dn jejak2 krjanya.
4gsaal