MYAHOK.COM-Kebijakan AHOK dalam melakukan penggusuran dan relokasi warga yang bermukim di bantaran kali dan di daerah kumuh lainnya seringkali dinilai oleh sebagian kalangan sebagai tindakan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Padahal tujuan AHOK adalah untuk menertibkan dan mengembalikan fungsi suatu wilayah sesuai dengan peruntukannya. Meski demikian, Gubernur AHOK bersama PemProv DKI tetap memikirkan nasib warga yang terkena dampak penertiban tersebut yaitu dengan memindahkannya ke lokasi pemukiman yang lebih layak dan manusiawi. AHOK telah membangun ribuan tempat tinggal baru bagi warga yang telah direlokasi tersebut diantaranya dengan membangun rusun dan rusunawa yang cukup memadai.
AHOK sebagai Gubernur berkeinginan untuk mewujudkan Jakarta menjadi kota modern yang tertata rapi, bersih dan indah, sehingga mampu tampil sejajar dengan kota-kota metropolitan lainnya di negara maju. Pakah AHOK bersalah bila melakukan penggusuran dan relokasi warga ke tempat yang lebih baik? Tentu saja tidak. Sebab sebagaimana yang terjadi di negara tetangga Singapura, sebelum tampil seperti yang bisa disaksikan saat ini, dahulu Pemerintah Singapura juga melakukan proses penggusuran dan relokasi warga yang tinggal di bantaran kali dan tempat-tempat kumuh lainnya.
Berikut ini adalah artikel menarik yang ditulis oleh Daniel HT, terkait dengan kebijakan pemerintah yang pernah melakukan penggusuran dan relokasi warga demi terciptanya kondisi kota yang indah dan tertata rapi.
Di tahun 1960-an ketika Singapura baru merdeka, penduduknya 1,89 juta, sekitar 1,3 juta di antaranya miskin dan hidup di kawasan kumuh, termasuk di bantaran-bantaran sungai, atau di mana saja yang bisa digunakan untuk membangun pemukiman. Sampah pun dibuang sembarangan, termasuk di sungai-sungai, membuat sungainya penuh sampah, mirip meskipun tidak separah di Jakarta sebelum Ahok bergerak dengan pasukan oranyenya.
Saat PM Lee Kuan Yew hendak membangun Singapura mulai dari nol, bahkan minus, salah satu masalah terberatnya adalah sebagian besar rakyatnya yang masih miskin tersebut dengan berbagai masalah sosialnya. Hak rakyat atas tempat tinggal yang layak, pekerjaan dengan penghasilan yang pantas, dan kehadiran pemerintah belum ada. Lee menyadari bahwa Singapura tidak mempunyai sumber daya alam yang bisa diandalkan untuk membangun Singapura seperti yang dicita-citakan, yakni membuat Singapura sebagai negara yang maju dan moderen, sebagai salah satu pusat perkenomian dan bisnis dunia, yang pasti membawa dampak kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Oleh karena itu cara yang terbaik adalah mengundang sebanyak mungkin investor asing untuk mau berinvestasi di Singapura dengan berbagai insentif, seperti di bidang perpajakan, dan jaminan kepastian hukum.
Selain insentif, Singapura juga harus membangun berbagai infrastruktur, jalan raya, prasarana angkutan massal, pelabuhan laut dan udara yang moderen, kawasan khusus sebagai pusat bisnis dan industri. Selain itu, Singapura juga harus membangun pusat-pusat rekreasi yang unik sebagai obyek wisata yang menarik dunia, agar bisa memperoleh devisa pariwisata yang besar jumlahnya.
[espro-slider id=1793]
Agar Singapura akan terlihat hijau dan asri, maka kawasan hijau sekaligus daerah resapan air, dan taman-taman kota, daerah pesisir pantai pun direncanakan dibangun. Namun kendala pelik yang dihadapi untuk mulai membangun perumahan yang layak huni, pusat bisnis, infrastruktur, pelabuhan laut dan udara, taman-taman kota itu justru salah satunya adalah lahan-lahan yang sudah dijadikan pemukiman kumuh tersebut di atas.