Pendapat KH Maemun Zubair Tentang Gubernur AHOK

@MYAHOK-Terkait dengan kasus tudingan Penistaan Agama yang dilakukan oleh Gubernur AHOK, seorang ulama senior dari Jawa Timur, KH Maemun Zubair akhirnya itu berkomentar. Mungkin saja Kiai yang akrab dipanggil Mbah Maemun itu merasa prihatin melihat reaksi sebagian umat muslim yang kondisi kerukunan antar umat beragama yang terganggu.

Kontroversi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang Surat Al Maidah ayat 51, membuat Pengasuh Pesantren Al Anwar Rembang, KH Maimun Zubair Angkat Bicara. Mbah Maimoen meminta seluruh umat muslim untuk tenang dan meredam amarah.

Apalagi menurut ulama kharismatik tersebut, Ahok sudah meminta maaf secara terbuka di hadapan publik. Pihaknya pun meminta agar umat Islam tak lagi terpecah belah dan membesar-besarkan masalah ini.

“Dia (Ahok) itu kan sudah meminta maaf, maka jangan dibesar-besarkan. Sehingga bila amarah dapat diredam maka persatuan juga bisa dijaga,” katanya.

Menurut Maemun Zubair, terkait polemik Surat Al Maidah tersebut menurut dia, bahwa itu diserahkan ke pribadi masing-masing pemilih. Menurut dia, jika umat Islam di Jakarta tak ingin memilih Ahok karena alasan agama, tidak perlu dibesar-besarkan sehingga memicu isu SARA.

“Kalau menurut saya, bila mereka (Islam) tidak suka memilih ya tidak usah dipilih saja. Namun permasalahan itu jangan dibesar-besarkan,” ujarnya.

Menurut dia, Ahok merupakan warga keturunan Tionghoa dari Bangka Belitung. Di daerah itu menurut dia, juga banyak warga Tionghoa yang memeluk agama Islam. Dia itu orang China Bangka Belitung, di sana (Bangka Belitung) juga ada orang Islam China,” ujarnya seperti diberitakan koranmuria.com.

Di Jawa Tengah menurut dia, juga ada masjid yang bercorak Bangka Belitung. Satu-satunya masjid tersebut berada di wilayah Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang.

“Di Sarang masjid saya itu satu-satunya masjid yang berkhaskan Belitung. Oleh sebab itu, perbedaan itu jangan dibesar-besarkan. Sehingga kita bisa hidup rukun. Yang penting kita umat Islam ituhabluminallah harus dikuatkan, dan habluminannas harus selalu dijaga dengan baik,” harapnya.

.oOo.


KH. Maimun Zubair, lahir pada hari Kamis, 28 Oktober 1928. Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib, ulama kharismatis yang dikenal teguh memegang pendirian.

Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang.

Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri.

Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain. Ayahanda beliau, Kyai Zubair, adalah murid Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky.

Sekitar tahun 45, beliau memulai pendidikannya di Pondok Lirboyo Kediri, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang biasa dikenal sebagai Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, Beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi.

Pada usia 21 tahun, beliau melanjutkan studinya ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanannya ke Makkah ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib.

Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang kompeten di bidangnya, antara lain Sayyid ‘Alawi bin Abbas Al-Maliki, Syaikh Al-Imam Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Quthbi, dan Syaikh Yasin bin Isa Al- Fadani.

Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah Al- Mukarromah. Sekembalinya dari tanah suci, beliau memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada ulama-ulama di Jawa saat itu antara lain: KH. Baidlowi (mertua beliau), serta KH. Ma’shum, keduanya tinggal di Lasem. Selanjutnya KH. Ali Ma’shum Krapyak Jogjakarta, KH. Bisri Musthofa (ayahanda Mustofa Bisri) Rembang, KH. Abdul Wahhab Hasbullah, KH. Mushlih Mranggen, KH. Abbas, Buntet Cirebon, Sayikh Ihsan, Jampes Kediri dan juga KH. Abul Fadhol, Senori.

Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada di sisi kediaman beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang.

“Pendapat KH Maemun Zubair Tentang Gubernur AHOK’

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

2 Komentar

  1. Secara pribadi, saya memahami kasus ahok ini lebih merupakan kasus khilaf ucapan yang tidak perlu diperbesar karena maksud tujuannya bukan penistaan dan ahok juga sudah meminta maaf untuk itu.

    Mari kita renungkan bersama, bukankah dalam agama apa pun, kita diajar untuk membuka pintu maaf bagi orang lain?

    Sebenarnya kalau kita mau memahami secara teliti dan seksama ucapan ahok maka secara implisit ia ingin mengutarakan silahkan saja jika masyarakat tidak memilih atau mencalonkan dia (ahok) asalkan hal itu dari hati nurani dan bukan karena terprovokasi oleh sekelompok orang atau golongan yang dengan sengaja mempergunakan surat al maidah untuk tujuan membangun opini masyarakat secara subyektif berdasarkan perbedaan SARA yang menjadi latar belakang kepemimpinan bangsa Indonesia yang berazaskan Pancasila, Bhinneka tunggal ika, dan demokratis.

    Dari peristiwa ini mari kita menarik hikmah secara bijak untuk selalu mengedepankan NKRI diatas kepentingan golongan.
    Mencari pemimpin yang bersih, cakap/mampu, tegas, berwibawa dan berjiwa nasionalis.

  2. Pemimpin yang bersih dan jujur , hasil kerja kerasnya nyata. Saya sangat mengidolakan beliau. Tapi saya tidak bisa memilih beliau seandainya beliau maju menjadi calon presiden. Semoga kelak ada pemimpin muslim yang dapat memimpin seperti beliau. Terima kasih pak Ahok.