Dengan adanya kondisi ini, maka tak heran bila di wilayah Bukit Duri seringkali terjadi banjir bila musim penghujan tiba. Menurut keterangan warga yang sudah 30 tahun tinggal di daerah tersebut, banjir yang seringkali terjadi sekarang ini dimulai sejak tahun 1996. Padahal sebelumnya tak pernah sekalipun terjadi banjir meski hujan lebat sekalipun. Penyebab terjadinya banjir di wilayah tersebut adalah pendangkalan dan penyempitan ruas sungai akibat adanya pemukiman liar di sepanjang bantaran sungai.
[espro-slider id=1742]
Program Normalisasi Sungai Ciliwung termasuk relokasi pemukiman warga di bantaran sungai sesungguhnya telah dicanangkan semasa Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI pada tahun 2012 lalu, dan kini Gubernur AHOK secara konsisten melaksanakannya.
[espro-slider id=1745]
Foto-foto diatas menunjukkan bahwa kondisi pemukiman warga di bantaran sungai Ciliwung yang sangat memprihatinkan. Selain tampak kumuh, juga tak memenuhi syarat kesehatan sebagai tempat tinggal. Disisi lain, dengan adanya kondisi tersebut mengakibatkan terganggunya fungsi aliran sungai sebagai resapan air ketika musim penghujan tiba. Tak heran bila setiap terjadi hujan deras, maka air sungai akan meluap hingga menggenangi ratusan rumah warga sekitar dan jalan umum.
Oleh karena itulah Gubernur AHOK tetap menginstruksikan agar segera dilakukan relokasi pemukiman warga di wilayah Bukit Duri, yaitu khusus pemukiman yang berada di bantaran sungai dan tidak termasuk pemukiman lainnya yang berada didarat. Dengan demikian diharapkan dapat mengembalikan fungsi sungai Ciliwung sebagaimana mestinya, dan menghindari terjadinya banjir disekitar wilayah Bukit Duri.
AHOK sepenuhnya menyadari bahwa tidak semua warga dapat menerima pelaksanaan relokasi pemukiman warga tersebut, namun sebagai kompensasinya, bagi warga yang bersedia direlokasi, PemProv DKI telah mempersiapkan pemukiman baru yang lebih manusiawi dan layak huni yaitu sebuah Rusunawa di daerah Rawa Bebek, Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur.
[espro-slider id=1756]
Kebijakan yang diambil Gubernur DKI semata-mata sebagai uoaya untuk menertibkan dan mengembalikan fungsi suatu wiayah sesuai dengan peruntukannya. Memang sebagai pejabat tertinggi di Provinsi DKI, AHOK dituntut untuk mengatasi banjir yang seringkali terjadi bila musim penghujan tiba, namun disisi lain, dalam rangka untuk menyelesaikan masalah tersebut, AHOK harus berhadapan dengan warga yang menolak kebijakannya terkait relokasi pemukiman warga di bantaran sungai Ciliwung.
Begitulah resiko seorang pemimpin, namun bagaimanapun juga, AHOK tentu lebih mengutamakan kepentingan masyarakat yang lebih luas, namun tetap memberikan konpensasi dan mengusahakan kondisi yang lebih baik bagi warga yang terkena dampaknya.